Pengertian Kutipan
Kutipan adalah pengulangan
satu ekspresi sebagai bagian dari yang lain, terutama ketika ekspresi dikutip
terkenal atau eksplisit dihubungkan dengan kutipan ke sumber aslinya, dan
ditandai oleh (diselingi dengan) tanda
kutip.
Manfaat/kegunaan kutipan
1.
Menunjukkan kualitas ilmih yang lebih tinggi.
2.
Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat.
3.
Memudahkan penilaian penggunaan sumber dana.
4.
Memudahkan pembedaan data pustaka dan ketergantungan tambahan.
5.
Mencegah pengulangan penulisan data pustaka.
6.
Meningkatkan estetika penulisan.
7.
Memudahkan peninjauan kembali penggunaan referensi, dan
memudahkan penyuntingan naskah yang terkait dengan data pustaka.
Cara mengutip
Kutipan Langsung ialah kutipan yang sama persis dengan teks aslinya,tidak boleh ada perubahan.Kalau ada hal yang dinilai salah/meragukan,kita beri tanda ( sic! ),yang artinya kita sekedar mengutip sesuai dengan aslinya dan tidak bertanggung jawab atas kesalahan itu.Demikian juga kalau kita menyesuaikan ejaan,memberi huruf kapital,garis bawah,atau huruf miring,kita perlu menjelaskan hal tersebut, missal [ huruf miring dari pengutip ],[ ejaan disesuaikan dengan EYD ],dll. Bila dalam kutipan terdapat huruf atau kata yang salah lalu dibetulkan oleh pengutip,harus digunakan huruf siku [ ….. ].
b. Kutipan tidak lansung ( Kutipan Isi )
Dalam kutipan tidak langsung kita hanya mengambil intisari pendapat yang kita kutip.Kutipan tidak langsung ditulis menyatu dengan teks yang kita buat dan tidak usah diapit tanda petik.Penyebutan sumber dapat dengan sistem catatan kaki,dapat juga dengan sistem catatan langsung ( catatan perut ) seperti telah dicontohkan.
Contoh kutipan
a.
Contoh kutipan langsung
: Mengenai pemakaian bahasa logika, senada
dengan pernyataan yang berbunyi “pemakaian alat bahasa seperti kata, kalimat
secara tepat sehingga setiap kata hanya mempunyai satu fungsi tertentu saja dan
setiap kalimat hanya mewakili satu keadaan factual saja” (Wicoyo, 1997:7)
b.
Contoh kutipan tidak langsung
Pemahaman baginya adalah sebagai modus
eksistensi manusia, bukan suatu proses subjektif manusia yang dihadapkan kepada
suatu objek. Gadmer pulalah yang mengupayakan bahwa hermeuneutik perlu
ditingkatkan menjadi masalah kebahasaan, selain dikaitkan dengan estetika dan
pemahaman yang historikal (Gadamer, 1975 : 429-421).
Sumber: